Rabu, 03 Juni 2009

MENANGGULANGI PREMANISME MELALUI PROBLEM ORIENTED POLICING (POP)

IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP POLMAS DALAM PENANGGULANGAN PREMANISME MELALUI PROGRAM “PROBLEM ORIENTED POLICING”

By : Sambodo Purnomo Yogo, SIK, MTCP

I. PENDAHULUAN
Tidaklah salah bila dikatakan bahwa aparat kepolisian saat ini masih sangat berorientasi pada keberhasialan pengungkapan kejahatan. Hal tersebut dikarenakan prestasi polisi saat ini dinilai dan diukur oleh suatu system yang menghargai kecakapan polisi dalam pengungkapan kasus dan penyelesiann perkara. Hal ini bertolak belakang dengan konsep community policing atau Polmas, yang didengung-dengungkan sebagai paradigm baru kepolisian. Prof Satjipto Raharjo menyatakan bahwa Pemolisian tidak hanya untuk melawan kejahatan tetapi untuk melenyapkan sumber kejahatan, dan suskses dari community policing bukan hanyadalam menekan angka kejahatan tetapi manakala kejahatan tidak terjadi.
Disisi lain , saat ini masalah premanisme menjadi topik yang hangat di media masa. Hal ini terkait dengan semakin menjamurnya kelompok-kelompok preman baik yang berkedok organisasi masa maupun kelompok preman jalanan. Semakin kuatnya sorotan masyarakat terhdap gangguan premanisme ini sehingga Polri melakukan operasi premanisme dan hanya dalam 10 hari (20 januari – 1 Maret 2009) berhasil menangkap ada 5.044 orang yang diduga melakukan kejahatan, sedangkan yang ditahan 1.290 orang. 3.754 orang lainnya didata dan dicatat. Perang melawan premanisme tidak akan kunjung selesai, namun demikian, aparat kepolisian harus selektif membidik sasaran tanpa melupakan koridor hukum yang berlaku. Razia pemberantasan preman secara hantam kromo, meski untuk tujuan positif, bisa memebuat polisi menggunakan wewenangnya secara berlebihan (accesive of force) yang bertentangan dengan hukum.
Dari latar belakang tersebut diatas, maka permasalahan yang akan dibahas dalam tulisan ini adalah bagaimanakah implementasi prinsip – prinsip Polmas dalam menanggulangi premanisme melalui program ”Problem Oriented Policing”? Agar memudahkan dalam pembahasan permasalahan tersebut menjadi lebih jelas maka dibagi menjadi pokok-pokok persoalan yaitu:
a. Apakah yang dimaksud dengan Konsep Community Policing dan Problem Oriented Policing (POP)
b. Apakah yang dimaksud dengan premanisme, dan bagaimana penanggulangannya melalui POP?
II. PEMBAHASAN
1. Konsep Community Policing dan Problem Oriented Policing
Konsep Community Policing lahir dari kesadaran pihak kepolisian bahwa dirinya tidak akan mampu menangani kejahatan sendirian. Keterbatasan sumber daya, materi, anggaran dan sebagainya menuntut kepolisian untuk bermitra dengan masyarakat dan bersama-sama masyarakat memecahkan masalah yang terjadi. Dua hal pokok inilah, yaitu Kemitraan (Partnership) dan Pemecahan Masalah (Problem solving) menjadi tiang utama dari Polmas.
Ada banyak definisi tentang Polmas, salah satunya adalah dari The United States Department Of Justice yang menyatakan bahwa “Community Policing is, in the essence, a collaboration between the police and the community to identifies and solves community problem. With the police no longer the sole guardian of law and order, all members of community become active allies in the effort to enhance the safety and quality of neighborhoods.” (Pomas pada prinsipnya adalah sebuah kerjasama antara polisi dan masyarakat untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan permasalahan masyarakat, dimana polisi tidak lagi menajdi satu-satunya penjaga ketertiban, seluurh masyarakat bmenjadi mitra dalam usaha meningkatkan keamanan dan kualitas hidup lingkungan)
Dalam Tubuh Polri sendiri, konsep Polmas sudah dikukuhkan melalui Skep Kapolri No 737/X/2005, Skep Kapolri no 431, 432 dan 433 / VIII/2006 dan terakhir dengan Perkap Kapolri no 7 tahun 2008. Namun demikian, implementasi dari konsep tersebut belum berjalan maksimal dan masih terdapat perbedaan persepsi dalam pelaksanaanya.
Sebagai bagian dari Prinsip Community Policng (partnership dan problem solving) ada sebuah gaya pemolisian yang disebut dengan Problem Oriented Policing (POP). POP diperkenalkan pertama kali oleh Herman Goldstein pada tahun 1979. POP adalah sebuah pemolisian yang berorientasi pada pemecahan masalah- masalah masyarakat.
Dalam memecahkan masalah masyarakat POP menggunakan prosedur yang disebut dengan SARA , yang menjelaskan 4 tahap dalam POP yaitu Scanning (pemetaan permasalahan), Analyzing (Analisa terhadap masalah), Respons (tanggapan atau upaya penanggulangan masalah) dan Assesment (Penilaian terhadap upaya yang dilakukan, efektif atau tidak, atau malah menimbulkan permasalahan baru)
2. Konsep Premanisme
Istilah "premanisme" berasal dari kata dasar "preman" yang dalam Kamus besar bahas Indonesia diartikan sebagi ”sebutan kepada orang jahat seperti permapok, penodong dan lain-lain”. Kata Preman sendiri berasal dari kata bahasa Belanda, vrijman = orang bebas. Premanisme sendiri berarti cara atau gaya hidup seperti preman yang mengedepankan kekerasan.
Beberapa peneliti telah melakukan penelitian terhadap budaya premanisme, antara lain oleh Wakter B Miller, yang menyatakan bahwa Preman merupakan produk ”Lower Class Culture” dimana didalam budaya premanisme itu terdapat 6 ”vocal concern” yaitu Trouble (selalu mencari keributan atau masalah), Toughness (keberanian atau ketangguhan), Smartness (kecerdikan), Excitement (Kegembiaraan), Outonomy (otonomi, menolak terhdap segala aturan), fate (nasib, yaitu kepercayaan bahwa mereka memang ditakdirkan untuk menjadi penjahat). Dari uraian diatas tergambar bahwa preman merupakan suatu budaya sendiri (sub culture) yang terlepas dari budaya dominan, sehingga akan sangat sulit untuyk memberangusnya secara tuntas dengan cara-cara represif sekalipun.
Sebagai bagian dari kelompok masyarakat yang terkategori marginal, para preman yang banyak beroperasi di berbagai kota besar di Indonesia tidak lagi sekadar melakukan aksi kejahatan kelas teri seperti memaksa pemilik kendaraan bermotor membayar tiket parkir dua kali lipat dari tarif atau memalak para pemilik toko untuk menyediakan uang keamanan. Tetapi, lebih dari itu, yang mereka lakukan kini tak jarang adalah mengembangkan aksi dalam pola yang lebih terorganisasi -ikut dalam kegiatan dan kepentingan politik praktis- sehingga posisi tawar (bargaining position) mereka menjadi lebih kuat. Bahkan, terkadang mereka juga cukup dekat dengan pusat-pusat kekuasaan tertentu. Habitat yang menjadi area subur bagi perkembangan aksi premanisme kini tidak lagi hanya di dunia prostitusi, perjudian, dan dunia kriminal lain. Sebagian yang lain bahkan diduga telah berhasil menanamkan uang hasil palakannya di berbagai usaha yang sifatnya legal.
3. Penanggulangan Premanisme melaui POP
Dalam strategi atau cara melakukan pencegahan kejahatan, ada suatu konsep yang cukup menarik untuk disimak yaitu konsep “segitiga kejahatan”. Konsep ini memandang kejahatan dari tiga sisi yaitu pelaku (offender, korban (victim) dan lingkungan kejahatan (crime environment). Bila pencegahan kejahatan akan dilakukan maka ke tiga hal tersebut harus ditangani dengan baik. Oleh sebab itu dapat terlihat bahwa penanggulangan premanisme dengan melakukan penangkapan orang – orang yang diduga preman,tidak akan menyelesaikan masalah. Untuk mengetahui cara – cara terbaik dalam penanganan terhadap sisi ”Environment”, ”Victim” dan ”Offender” itulah kita memerlukan bantuan partisipasi masyarakat. Hal inilah yang menjadi dasar dari POP.
Mengacu pada POP, maka penggulangan Premanisme dilakukan dengan menggunakan model SARA yaitu Scanning, Analysis, Response dan Assesment.
a. Scanning : Pemetaan masalah merupakan tindakan awal petugas dalam mengidentifikasi dan mengenali permasalahan yang terjadi di lingkungan komunitas yang menjadi tanggungjawabnya. Polisi bersama – sama masyarakat memetakan lokasi premanisme, berapa kekuatannya, ada berapa kelompok, siapa pemimpinnya, bagaimana modus operandinya dan sebagainya.
b. Analysis (Analisa Masalah): Setelah diketahui permasalahan yang terjadi di lingkungan komunitas, maka petugas selanjutnya menentukan permasalahan apa yang akan ditangani berdasarkan prioritas yang telah ditentukan. Misalnya , kelompok mana yang paling meresahkan, yang akan ditangkap terlebih dulu, apa akibatnya bila ditangkap, sumber daya apa yang digunakan untuk menangkap
c. Response (Tindak Lanjut Terhadap Masalah). Dalam tahapan ini Petugas melakukan tindakan-tindakan nyata untuk menangani masalah yang premanisme yang terjadi, mencegah agar masalah tersebut tidak terjadi lagi dan memelihara kondisi yang sudah tercipta bila masalah sudah tertangani.
Dalam melakukan upaya tindak lanjut, langkah – langkah yang dapat dilakukan adalah:
- Brainstorm / menggali berbagai upaya tindak lanjut yang mungkin dapat dilakukan. Dengan langkah ini maka akan ditemukan berbagi alternative penyelesaian masalah.
- Mempertimbangkan kelayakan dan memilih di antara berbagai alternative penyelesaian masalah.
- Membuat rencana penyelesaian masalah sesuai dengan alternatif penyelesaian masalah yang telah ditentukan.
- Prosedur apa yang harus dilakukan tatkala rencana tidak berjalan atau tatkala rencana tidak dilaksanakan dengan benar?
d. Penilaian (Assesment) Penilaian adalah tahap terakhir dari upaya penyelesaian masalah. Dalam tahap ini petugas menilai atau mengevaluasi apakah penanganan preman telah mencapai hasil yang diharapkan serta apa dampak dari penyelesaian masalah tersebut.
Sebagaimana telah diuaraikan diatas maka POP tidak akan berhasil tanpa bantuan masyarakat, karena merekalah yang menguasai informasi dan segala hal yang terkait dengan premanisme dilokasi kehidupan mereka. Selain itu upaya penanggulangan premanisme dengan penerapan POP akan melibatkan warga masyarakat sehingga hasil yang dicapai akan semakin besar serta masyrakat akan terdorong untuk aktif memelihara kondisi kamtibmas yang sudah konsudif tersebut.



III. PENUTUP
1. Kesimpulan
a. Konsep Community policing intinya merupakan suatu tindakan bersama antara polisi dan masyarakat dalam pembinaan Kamtibmas yang didasarkan pada kepercayaan akan profesionalisme kepolisian serta kesediaan masyarakat untuk bekerjasama. Sebagai bagian dari community policing ada sebuah gaya pemolisian Problem Oriented Policing (POP) yaitu gaya pemolisian yang mengkedapakan pemecahan masalah – masalah yang timbul di masyarakat.
b. Budaya premanisme telah menimbulkan keresahan di masyarakat sehingga Polri harus segera bertindak. Namun demikian premanisme akan sulit ditangani bila hanya dilakukan upaya represif. Sebab hal itu tidak menyelesaikan masalah. Yang harus dilakukan oleh Polisi adalah bersama-sama masyarakat menyelesaikan akar permasalahan dari kelompok premanisme. Untuk menangani premanisme berdasarkan POP maka perlu dilakukan SARA atau Scanning, Analysis, Response, dan Assesment.
2. Saran
a. Perlu adanya pelatihan tentang penggunaan model SARA kepada anggota kepolisian terutama yang langsung bersentuhan dengan masyarakat. Dengan pelatihan tersebut, anggota akan trampil untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang timbul di masyarakat.
b. Program penaggulangan premanisme harus dijadikan agenda rutin operasi kepolisian agar tercipata situasi kamtibmas yang kondusif dan menimbulkan rasa aman pada masyarakat sehingga apresiaisi masyarakat terhadap Polri akan meningkat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar